Selasa, 27 Maret 2012


kick andy
Add caption
RENCANA TUHAN

“Maaf salah sambung”. SMS itu masuk beberapa saat setelah saya mengirim SMS untuk seorang teman. Jawaban yang saya terima dari teman itu membuat saya bertanya-tanya. Mengapa teman saya mengatakan salah sambung? Merasa tidak enak, saya mengirim SMS lagi untuk menyatakan permintaan maaf. Lalu saya cantumkan nama saya di akhir SMS dengan harapan jika itu benar nomor telepon teman saya, maka dia akan menyadari yang mengirim SMS tadi itu saya. Tak lama kemudian handphone saya berdering. Di layar muncul nomor teman saya. “Maaf Pak Andy, nama saya Wahidin. Saya bekerja di Imigrasi,” ujar suara di seberang sana. Ternyata nomor tersebut memang bukan nomor telepon teman saya. Setelah sedikit berbasa-basi saya meminta maaf lalu menutup pembicaraan.
Tidak ada yang istimewa dari peristiwa itu. Saya hanya heran mengapa bisa salah mencatat nomor telepon teman. Tapi sebulan kemudian saya mendapat SMS dari Pak Wahidin. Setelah mengingatkan bahwa SMS saya pernah nyasar ke handphone-nya, dia kemudian menginformasikan  di sebuah desa di Subang ada seorang anak, usianya 9 tahun, yang selama ini menanggung derita karena mengalami kelainan di tubuhnya. Anak itu tidak punya anus. Kalau buang air besar melalui kemaluannya. “Mungkin Pak Andy bisa membantu,” tulis Pak Wahidin sembari menyertakan nama, alamat, dan nomor kontak anak tersebut.
Saya bilang saya tidak berjanji, tetapi akan berusaha mencari orang yang bisa membantu anak tersebut. Setelah itu, saya mengirim kisah anak tersebut via SMS ke seorang pimpinan sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan. Esoknya saya mendapat jawaban, “Pak Andy, saya masih di Italia. Bisakah saya dapatkan data lebih lengkap dari anak itu? Sesampai di Jakarta akan saya diskusikan dengan tim dokter.”
Dua minggu kemudian, tim Kick Andy sudah menjemput anak tersebut dan membawanya ke Jakarta. Pihak rumah sakit setuju untuk melakukan operasi. Untuk tahap pertama, akan dibuatkan “lubang pembuangan” di perut. Setelah itu baru dibuatkan anus untuk pembuangan permanen.
Tiga hari kemudian, saya menerima SMS dari pimpinan rumah sakit tersebut. “Alhamdulilah operasi berjalan baik. Semoga semuanya berjalan sesuai rencana”. Sejenak saya terhenyak membaca SMS tersebut. Ada rasa haru yang memenuhi relung hati. “Tuhan, terima kasih,” gumam saya dalam hati. Sungguh saya tidak menyangka semua berjalan begitu cepat dan lancar. Bahkan pihak rumah sakit memperlakukan Ani sangat istimewa. Semua kebutuhan Ani dan ayahnya selama di Jakarta semuanya ditanggung rumah sakit.
Malamnya saya merenung. Ah, kalau dipikir seringkali rencana Tuhan sulit dipahami akal manusia. Termasuk sulit bagi saya memahami mengapa saya salah mencatat nomor handphone teman saya. Sulit memahami mengapa Pak Wahidin yang saya kenal gara-gara salah sambung menginformaskan kondisi seorang anak nun jauh di sebuah desa
kecil di Subang yang membutuhkan pertolongan.  Juga sulit dipahami oleh akal manusia respon rumah sakit yang bersedia melakukan operasi gratis. Padahal, operasi semacam itu tentu membutuhkan biaya yang besar. Pimpinan rumah sakit itupun baru saya kenal dan kami baru sekali bertemu.
Akal manusia memang tidak akan pernah mampu mencerna rencana Tuhan. Rencana Tuhan hanya mampu dicerna melalui iman. Karena itu saya meyakini semua yang terjadi itu bukan sesuatu yang kebetulan. Sejak saya salah mencatat nomor telepon teman, sebenarnya Tuhan sudah “mengatur” untuk mempertemukan saya dengan Ani. Kemudian melalui SMS “nyasar”, Tuhan menghubungkan saya dengan Pak Wahidin. Melalui Pak Wahidin Tuhan memberi tahu ada seorang anak di Subang yang membutuhkan bantuan. Kemudian Tuhan “memerintahkan” saya untuk menghubungi pimpinan rumah sakit tersebut. Lalu semuanya berakhir dengan operasi oleh tim dokter terhadap Ani.
Sejak awal, Tuhan sudah mengatur semuanya untuk Ani. Pak Wahidin, pimpinan rumah sakit, dokter-dokter yang mengoperasi, dan semua pihak yang ikut membantu -- termasuk saya -- hanya mendapat “tugas” untuk menolong Ani.  Setelah memahami semua itu, saya lalu tersenyum.  “Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengikutsertakan aku untuk menjalankan suatu misi mulia.”
Rencana T

Selasa, 06 Maret 2012

" TIKET " 
 Dikutip dari tulisan pak Andy pembawa acara KICKANDY di METRO TV

kick andy
Add caption
Ketika saya dan tim Kick Andy HOPE sedang berada di Metro Lampung untuk rekaman, tiba-tiba seorang ibu – sambil menggendong bocah perempuan – menangis histeris. Airmatanya bercucuran. Tidak peduli kami sedang rekaman, dia berteriak-teriak dan berusaha mendekat.

Sejenak saya tertegun. Begitu juga tim Kick Andy dan semua yang berada di lokasi.  Kami tidak mengerti apa yang terjadi. Sementara sang ibu terus menangis histeris.
Didorong rasa ingin tahu, saya mendekati sang ibu. Tapi tanpa peduli pada kami, perempuan berusia sekitar 50 tahun itu berlari dan memeluk Yon Haryono, narasumber yang sedang saya wawancarai.

“Mengapa ibu menangis?” Tanya saya. Sambil sesenggukan, dengan nafas tersengal, dia mengaku keluarganya sangat berterima kasih pada Yon Haryono. “Anak saya bisa seperti sekarang ini karena Pak Yon,” ujarnya terbata-bata.

Setelah itu barulah saya paham apa yang terjadi. Ibu tadi adalah orangtua Tri Yatno, atlet angkat besi Indonesia yang sudah mengharumkan nama bangsa di berbagai kejuaraan dunia. Salah satu diantaranya Tri Yatno menyabet emas pada Sea Games 2007 dan Kejuaraan Dunia Angkat Besi.

“Kalau bukan karena Pak Yon, anak saya sekarang ini jadi penggembala kambing,” ibu itu menjelaskan masih dengan berlinang air mata.
Bukan cuma berprestasi sebagai atlet angkat besi  Indonesia, Tri Yatno yang lahir di sebuah desa kecil di Metro Lampung, Sumatera Selatan,  ini juga mengangkat harkat dan martabat orangtua dan keluarganya. Dari prestasi dan penghargaan yang dia terima, Tri Yatno mampu membelikan orangtuanya rumah yang lebih layak untuk ditinggali. Bahkan, bungsu dari tiga bersaudara ini  mampu membiayai orangtuanya menunaikan ibadah haji.

Tri Yatno hanya satu dari beberapa atlet angkat besi asal Lampung yang berhasil mengubah hidup keluarganya melalui olahraga tersebut. Sebelum itu, ada Eko Yuli Irawan yang berhasil mengukir prestasi luar biasa di Olimpiade Beijing 2006. Di Olimpiade itu Eko menyabet medali perunggu dan mempersembahkannya sebagai medali pertama untuk kontingen Indonesia.. Bahkan Eko pula yang mengukir prestasi mencengangkan ketiga meraih medali emas di Kejuaraan Angkat Besi Dunia di Praha, Ceko tahun 2007. Belum lagi sejumlah medali emas di Sea Games dan kejuaraan nasional.

Lalu, mengapa ibu tadi harus berterima kasih pada Yon Haryono, narasumber yang sedang saya wawancarai itu? Siapa Yon Haryono? Apa yang dia lakukan sehingga Tri Yatno menjadi atlet angkat besi dengan prestasi internasional? Lalu apa kaitannya dengan Eko Yuli Irawan?
Kehadiran saya di Metro Lampung justru karena Yon Haryono. Laki-laki berusia 42 tahun ini mantan atlet angkat besi nasional. Sejumlah prestasi pernah diraihnya. Dia pernah mewakili Indonesia dalam persiapan Olimpiade Seoul walau hanya mampu masuk urutan ke 12 dan kemudian urutan tujuh di kejuaraan dunia.

Sebagai atlet yang lahir dari keluarga sederhana, waktu itu Yon bertekad  meraih mimpinya dengan mencatat prestasi di Olimpiade. Tapi sayang mimpinya kandas akibat tulang sikunya lepas ketika bertanding. Setahun sesudah sembuh, pada 1993, dia nekat bertanding lagi. Tapi lagi-lagi tulang sikunya lepas. Dokter kemudian melarangnya untuk aktif sebagai atlet selamanya.

Haruskah Yon mengubur mimpinya? Ternyata tidak. “Kalau saya tidak bisa, maka harus ada yang melanjutkan mimpi saya,” tekadnya. Maka dia memilih pulang kampung  ke Lampung dan melatih anak-anak di desanya. Dari sebuah sasana yang lebih mirip kandang kambing, Yon Haryono mulai mewujudkan mimpinya.

Sejak itu secara konsisten dan penuh komitmen, di tengah minimnya peralatan latihan dan dana, Yon berhasil melahirkan atlet-atlet angkat besi dengan prestasi internasional. Selain Eko, Tri yatno, masih ada Edi Kurniawan yang juga meraih emas di Sea Games dan berbagai kejuaraan angkat besi. Termasuk sejumlah atlet remaja yang mampu membuktikan bahwa berlatih di sasana yang mirip kandang kambing itu tidak menghalangi seseorang untuk meraih prestasi.

Melihat apa yang dilakukan Yon Haryono, yang melatih dengan sepenuh hati dengan peralatan yang sudah usang dan rusak-rusak, termasuk sepatu yang sudah bolong dan dipakai bergantian, saya teringat Ibu Guru Yan di Temanggung. Pensiunan guru berusia 64 tahun ini juga membuktikan sarana yang minim bukan penghambat untuk mengukir prestasi.

Dari rumah kontrakannya yang sangat sederhana di sebuah gang sempit, Ibu Yan berhasil melahirkan juara matematika dunia. Nanang, salah satu murid yang dia bantu ketika tidak mampu melanjutkan sekolah, meraih medali perunggu dalam kejuaraan matematika internasional di Bulgaria tahun 2005. Dengan prestasi matematika itu pula Nanang mendapat beasiswa untuk kuliah di UGM Jogja.

Melalui matematika Ibu Guru Yan “menyelamatkan” masa depan 17 anak asuhnya. “Tanpa bantuan Ibu, saya sampai sekarang masih menggembala bebek,” ujar Nanang, yang kini menjadi dosen matematika di UGM.

Dalam kesederhanaan sarana – termasuk meja belajar yang sudah berlubang-lubang dan belajar di dapur yang sempit – Bu Yan mengajar matematika dengan penuh cinta dan komitmen. Ratusan anak saat ini belajar di “puskesmas matematikanya”. Dari pagi sampai malam. Bagi yang tidak mampu tidak dipungut bayaran.

Yon Haryono dan Bu Guru Yan, secara materi boleh dibilang jauh dari memadai. Untuk diri dan keluarganya saja mereka masih kekurangan. Tapi, dalam kekurangan tersebut mereka berdua bertekad menyelamatkan masa depan anak-anak desa yang miskin. Mereka tidak memberi uang atau materi, tetapi mereka memberi “tiket” bagi anak-anak tersebut untuk masuk ke pintu sukses.

Yon Haryono memberi “tiket” dengan melatih anak-anak di desanya untuk menjadi atlet-atlet angkat besi yang berprestasi. Dengan prestasi itulah mereka mampu keluar dari belenggu kemiskinan. Sebagai atlet angkat besi Eko dan Tri Yatno mampu membelikan orangtua mereka rumah yang layak. Dengan prestasi itu pula mereka berdua mampu membiayai orangtua mereka naik haji. “Kalau dulu saya tidak bertemu Pak Yon, saya masih angon kambing,” ujar Eko dengan suara lirih.

Sementara Ibu Yan memberi ilmu matematika sebagai tiket bagi anak-anak desa di sekitar Temanggung. Berbekal nilai matematika yang tinggi, 17 anak yang dia asuh berhasil mendapat beasiswa untuk masuk beberapa perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Sementara ratusan anak lainnya saat ini sedang digembleng agar juga bisa mendapatkan “tiket” untuk keluar dari kemiskinan.

Betapa mulianya apa yang dilakukan Yon Haryono dan Bu Yan. Dalam keterbatasan, mereka berusaha memberi apa yang mereka punya. Sementara banyak orang yang punya banyak, tapi begitu pelit untuk memberi.

Sekali lagi saya belajar, untuk bisa memberi tidak perlu menunggu punya banyak materi lebih dulu. Kita bisa memberi apa yang saat ini kita miliki. Semoga apa yang kita berikan itu, sekecil apapun, dapat menjadi “tiket” bagi orang yang menerimanya untuk keluar dari kemiskinan

Minggu, 04 Maret 2012

MEMAHAMI QIROATI

MEMAHAMI QIROATI


Jika Anda seorang ustadz atau ustadzah, atau seorang santri atau santriwati yang memakai Qiroati, maka WAJIB membaca dan memahami beberapa petunjuk dibawah ini....

Ada dua wasiat yang disampaikan oleh bapak H. Dachlan salim Zarkasyi untuk pada guru Al-Qur'an (khususnya pemakai Qiroati) sewaktu beliau masih di rumah sakit, yaitu :

yang pertama, bahwa guru ngaji harus melaksanakan tiga hal utama :
a. guru ngaji harus sabar dan ikhlas
b. guru ngaji harus sering tahajjud
c. guru ngaji harus sering tadarus al-Qur'an 

Yang kedua, bahwa Qiroati tidak boleh dinyok-nyokke (disodor-sodorkan),Qiroati diberikan hanya kepada yang mau, jangan diberikan kepada yang tidak mau, maksudnya? mereka yang mau adalah mereka yang mau mengikuti aturan main yang telah Bapak H. Dachlan salim Zakarsyi tetapkan, mereka yang tidak mau adalah mereka yang tidak mengikuti aturan mainnya, walaupun mereka telah memakai Qiroati cukup lama.

Tujuan dari Buku Qiroati 

a. menjaga dan memelihara kehormatan dan atau kesucian Al-Qur'an dari segi bacaan yang     benar (tartil) sesuai dengan kaidah tajwid.
b. Menyebarkan ilmu baca Al-Qur'an bukan menjual buku.
c. mengingatkan guru ngaji agar berhati-hati dalam mengajar Al-Qur'an.
d. Meningkatkan mutu (kwalitas) pendidikan atau pengajaran Al-Qur'an.

Target dari Buku Qiroati 

Target yang diharapkan dengan Qiroati adalah seseorang (siswa/santri) akan mampu membaca Al-Qur'an dengan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
a. Dapat membaca Al-qur'an dengan tartil yang meliputi :
     - Makhraj sebaik mungkin
     - Mampu membaca Al-Qur'an dengan bacaan yang bertajwid.
     - Mengenal bacaan gharib dan bacaan yang musykilat.
     - Hafal (faham) ilmu tajwid praktis.
b. Mengerti shalat, bacaan dan praktisnya.
c. Hafal surat-surat pendek, minimal sampai adh dhuha.
d. Hafal doa-doa pendek (doa sehari-hari).
e. Mampu menulis arab dengan baik dan benar. 

Syarat Menjadi Guru Qiroati

1. Syarat menjadi guru 
    Syarat untuk menjadi guru ngaji menggunakan Qiroati adalah yang bersangkutan harus :
    a. Lulus tashih
    b. Mengikuti pembinaan metodologi pengajaran Qiroati

2. Standar Sayahadah 
    untuk  guru ngaji yang menggunakan Qiroati jilid 1 sampai jilid enam diperlakukan  persyaratan syahadah.

3. Tadarus
     adanya hubungan silaturahmi antar guru yang diwujudkan dalam bentuk tadarus (saling menyimak bacaan) dan diskusi antar guru ditiap lembaga minimal sebulan sekali, ditingkat kecamatan sebulan sekali dan ditingkat kabupaten setiap tuga bulan sekali.

sumber diambil dari "Memahami Qiroati" yang diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Al-Qur'an RAUDHATUL MUJAWWIDIN SEMARANG